Sejumlah entitas pemegang ekuitas cukup likuid bergotong royong membantu memberikan suntikan dana melalui akuisisi aset BUMN Karya. Mereka adalah Indonesia Investment Authority (INA) hingga PT Saran Multi Infrastruktur (Persero) yang turut serta menyelamatkan BUMN Karya.
Indonesia Investment Authority (INA) terus menambah portofolio infrastrukturnya terutama dari BUMN karya pembuat jalan tol. Hal ini sejalan dengan upaya penyehatan keuangan BUMN karya dan pembangunan infrastruktur.
Deputy CEO Indonesia Investment Authority Arief Budiman menegaskan misi INA berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berinvestasi pada aset atau perusahaan yang memiliki prospek jangka panjang baik.
Hingga saat ini, interaksi INA dengan BUMN Karya berfokus pada infrastruktur jalan tol. Pada September 2022, INA telah melakukan investasi untuk dua ruas Jalan Tol Trans Jawa milik PT Waskita Toll Road yaitu ruas tol Kanci-Pejagan dan Pejagan-Pemalang senilai kurang lebih Rp6 triliun.
“Selain itu, saat ini INA juga tengah melakukan diskusi intensif dengan PT Hutama Karya untuk 2 ruas jalan tol Trans Sumatera,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (19/5/2023).
Dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang masih baik, INA percaya bahwa investasi di sektor infrastruktur, selai membantu keberlangsungan pertumbuhan ekonomi nasional, memberikan potensi peningkatan nilai investasi yang baik.
Arief bercerita perspektif investasi INA adalah kontribusi terhadap pembangunan serta penciptaan nilai. Dengan begitu, jika terkait dengan BUMN karya atau BUMN lainnya, apabila terdapat potensi investasi yang dapat dilakukan oleh INA, kedua belah pihak akan meninjau berbagai potensi investasi dan kerjasama yang memberi manfaat bagi semua pihak terkait aset dan/atau potensi investasi yang tersedia.
Selain itu, INA juga bakal membantu BUMN karya selama seiring dengan empat sektor prioritas investasi INA. Pertama, sektor infrastruktur dan logistik, termasuk dalam sektor ini adalah jalan tol, pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan infrastruktur logistik lainnya seperti pergudangan modern.
Kedua, sektor digital, di mana fokus utama adalah pada infrastruktur digital seperti menara telekomunikasi, fiber optic, data center, dan lainnya, di samping sektor digital lainnya seperti digital commerce.
Ketiga, sektor kesehatan, termasuk di antaranya adalah produksi dan distribusi obat-obatan serta pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit dan klinik kesehatan.
Keempat, sektor energi khususnya terkait transisi energi termasuk investasi di berbagai sumberdaya energi baru dan terbarukan, transisi pembangkit sumberdaya listrik, dan lainnya.
“Selain itu, terdapat pula beberapa sektor kami melakukan evaluasi investasi seperti layanan jasa keuangan, pariwisata dan properti, serta industri pangan,” tambah Arief.
Sementara itu, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) BUMN di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turut serta dalam upaya penyelamatan keuangan BUMN karya yang tertekan pengerjaan proyek dari pemerintah.
Direktur Pembiayaan Sarana Multi Infrastruktur Sylvi J. Gani menerangkan melalui pilar pembiayaan dan investasi memiliki ekuitas pada proyek infrastruktur BUMN Karya dengan sifat tanpa kepemilikan permanen dengan jangka waktu tertentu.
Pada akhir 2022, PT SMI memiliki saham pada 2 proyek Jalan Tol di Indonesia, yaitu tol Cinere Serpong milik PT Cinere Serpong Jaya (CSJ) sebesar 35 persen dengan nilai aset sebesar Rp3,3 triliun.
Dalam proyek CSJ, PT SMI merupakan pemegang saham bersama dengan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. PT SMI menjadi pemegang saham CSJ setelah mengakuisisi 35 persen kepemilikan saham CSJ dari PT Waskita Toll Road pada 30 Juni 2021.
Kemudian, tol Cimanggis Cibitung milik PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) sebesar 55 persen dengan nilai aset sebesar Rp9,8 triliun. PT SMI menjadi pemegang saham CCT bersama dengan PT Waskita Toll Road anak usaha Waskita Karya, yang memiliki saham sebesar 35 persen. PT SMI menjadi pemegang saham CCT setelah mengakuisisi 55 persen kepemilikan saham CCT dari PT Waskita Toll Road pada tanggal 30 Juni 2022.
Sebelumnya, PT SMI juga telah menjadi pemegang saham dari PT Jasamarga Semarang Batang (JSB), selaku pemegang konsesi tol Semarang Batang. SMI mengakuisisi 20 persen kepemilikan saham JSB dari PT Waskita Toll Road pada tanggal 30 Juni 2021, kemudian menjualnya kembali kepada PT Waskita Toll Road pada 30 November 2022, melalui skema pelaksanaan Call Option.
“Pengambilalihan proyek infrastruktur yang saat ini sebagian sahamnya dimiliki oleh PT SMI merupakan bagian dari aktivitas penyertaan modal yang merupakan salah satu pilar bisnis PT SMI,” katanya kepada Bisnis.
Adapun, kepemilikan saham SMI pada CSJ dan CCT merupakan bagian dari transaksi konversi saham. Artinya, kepemilikan saham atas PT Waskita Toll Road sebelumnya dikonversi menjadi kepemilikan saham SMI atas CSJ dan CCT.
Dia menegaskan keputusan untuk melakukan penyertaan modal kepada proyek infrastruktur merupakan strategi Perseroan mengakselerasi pembangunan nasional sesuai dengan kondisi perekonomian, yang tentunya didasarkan pada berbagai aspek sesuai kriteria sektor.
Dia mencontohkan dalam proyek jalan tol, beberapa hal yang menjadi pertimbangan ketika melakukan akuisisi yakni kualitas aset, performa perusahaan dan potensi pertumbuhan, serta aspek-aspek keuangan dan teknis lainnya.
“Rencana PT SMI ke depan tentunya akan disesuaikan dengan kondisi dan tantangan perekonomian Indonesia serta mempertimbangkan arahan pemegang saham atau Kemenkeu,” tutur Sylvi.
Sebelumnya, pada 2017, PT SMI bekerjasama dengan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. dan PT TASPEN (Persero) melalui pelaksanaan investasi pada PT Waskita Toll Road (WTR), selaku holding company di bidang jalan tol yang dibentuk oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Hadirnya PT SMI sebagai salah satu pemegang saham WTR bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dana penyelesaian Jalan Tol di Indonesia.
Pada 30 Juni 2021 dan 30 Juni 2022, PT SMI telah melakukan pengalihan seluruh kepemilikan saham pada WTR melalui skema Konversi Saham menjadi kepemilikan saham PT SMI pada BUJT milik WTR (JSB, CSJ, dan CCT) sehingga PT SMI tidak lagi memiliki saham WTR.
Utang BUMN Karya
Berdasarkan catatan Bisnis, para emiten BUMN Karya seperti WSKT, PTPP, WIKA, dan ADHI mencatatkan total utang hingga Rp223,7 triliun per kuartal I/2023. Jumlah itu meningkat 3,8 persen jika dibandingkan utang per akhir Desember 2022 sebesar Rp215,5 triliun.
Total utang tersebut dihitung dari empat BUMN karya yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Total utang tersebut dihitung dari empat BUMN karya yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI).
WSKT menjadi emiten BUMN karya dengan utang paling besar, yakni Rp84,3 triliun. Menilik laporan keuangan per 31 Maret 2023, liabilitas jangka pendek WSKT mencapai Rp21,23 triliun, sedangkan liabilitas jangka panjang mencapai Rp63,13 triliun.
Emiten BUMN karya berikutnya dengan liabilitas terbesar adalah WIKA dengan total liabilitas mencapai Rp55,7 triliun.
Liabilitas jangka pendek WIKA mencapai Rp34,07 triliun, sedangkan liabilitas jangka panjang mencapai Rp21,69 triliun. Berbeda dengan WSKT, utang WIKA yang terbesar terletak pada pinjaman jangka pendek kepada pihak berelasi senilai Rp9,66 triliun yang masuk pada liabilitas jangka pendek.
Sementara itu, PTPP mencatatkan liabilitas jangka pendek sebesar Rp26,61 triliun, dan liabilitas jangka panjang Rp17,19 triliun. Adapun pos utang terbesar terdapat pada utang usaha kepada pihak ketiga senilai Rp14,89 triliun.
Selanjutnya pada emiten BUMN karya lainnya, yakni ADHI liabilitas jangka pendek mencapai Rp23,37 triliun, sedangkan liabilitas jangka panjang mencapai Rp6,91 triliun. Adapun pada liabilitas jangka pendek, utang paling besar terdapat pada utang bank dan lembaga keuangan lainnya senilai Rp4,17 triliun, utang usaha kepada pihak berelasi Rp7,75 triliun, dan utang usaha kepada pihak ketiga mencapai Rp2,71 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn