Produksi motor listrik nasional akan beroperasi normal pada Januari 2019. Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) akan mendukung PT Gesits Technologies Indo (GTI) dalam memproduksi motor yang dikembangkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.
Direktur PT GTI Zaki Nahdi Saleh mengatakan, produksi akan dilakukan di lahan dan bangunan milik anak perusahaan PT Wika di kawasan industri Cileungsi, Jawa Barat. Dengan kapasitas yang tersedia saat ini, pihaknya menargetkan angka produksi 5 ribu unit per bulan. Dengan demikian, dalan setahun bisa mencapai 60 ribu unit.
Terkait pemasarannya, Zaki mengungkapkan pada tahap awal ini cukup positif. Harga belum diumumkan secara resmi saja, pre-order sudah banyak masuk. Termasuk 100 unit yang dipesan Presiden Joko Widodo. “Kalau dari sisi pasar, kita sudah ada pre-order. Sampai 30 ribu,” ujarnya di istana kepresidenan, Jakarta, kemarin (7/11).
Dia berharap produk tersebut bisa bersaing. Salah satu kunci yang disiapkannya adalah menghadirkan harga yang kompetitif. Berdasar hitungannya, harga umum motor listrik ada di kisaran Rp 50 juta lantaran harga baterai yang mahal. Namun, pihaknya sudah menyiasati dengan bekerja sama bersama Pertamina.
Rencananya baterai dimiliki Pertamina yang juga bertindak sebagaiswap battery station. Dengan cara tersebut, harga pasar bisa terpangkas jauh lebih murah. “Harga pasar kurang lebih 22 sampai 23 juta,” imbuhnya.
Sebagai tahap awal, pertamina akan menyediakan sepuluh SPBU yang menjadi lokasi penukaran baterai. Sementara lokasinya di Jakarta. Namun, Denpasar dan Surabaya jadi kota tujuan selanjutnya.
Di SPBU pengguna bisa melakukan penukaran baterai dan pembayaran melalui aplikasi yang disediakan. “Masuk (SPBU). Kasih yang lama, ambil yang baru, jalan. Jadi, gak ada cerita nunggu tiga jam, lima jam.”
Direktur Utama PT Wika Tumiyana mengatakan, pihaknya menjadi investor utama dalam proyek tersebut. Di tahap awal, Wika menggelontorkan dana Rp 180 miliar. Yana optimistis proyek tersebut akan sukses. Sebab, pangsa pasarnya ada di depan mata. Dengan jumlah penduduk 260 juta dan 70 persen pengguna kendaraan bermotor, pasar dalam negeri saja cukup menjanjikan. “Market masih top di sini,” ujarnya.
Yang terpenting, lanjut dia, produk yang ditawarkan memiliki harga terjangkau. Selain itu, pemasaran perlu digenjot. Untuk distributor, pihaknya menggandeng Garansindo untuk menyiapkan outlet-outlet-nya.
Yana juga meminta konsumen untuk tak khawatir dengan eksistensi produk. “Mosok (masak) berhenti produksi, tak jamin. Ketika produksi sudah 50 ribu, mau lari ke mana kita,” terangnya.
Sementara itu, Joko Widodo menjajal motor Gesits di lingkungan istana. Berdasar pengalamannya, motor tidak memiliki kendala. Meski, tidak adanya suara knalpot membuatnya sedikit bingung.
“Tadi saya coba, suaranya nggak greng, greng, greng. Jadi agak bingung. Menyesuaikan nggak ada knalpotnya. Halus sekali dan sangat ramah lingkungan,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat otomotif Bebin Djuana menuturkan, secara teknis, memproduksi motor listrik memang lebih mudah daripada memproduksi mobil. Meski demikian, ada banyak hal yang perlu diperhatikan agar proyek yang sudah dibangun bisa eksis.
“Kalau SPBU penukaran baterai sedikit, apa orang berani pergi jauh dengan motor tersebut,” ujarnya kepada Jawa Pos tadi malam.
Pertimbangan teknis semacam itu, lanjut dia, pasti akan menjadi perhitungan konsumen. Apalagi, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan motor untuk aktivitas utama.
Ekosistem lain yang perlu dipersiapkan, kata dia, adalah lokasi service center yang mudah diakses. Sebab, meski kendaraan listrik menggunakan komponen yang lebih simpel, tetap saja berpotensi terjadi kerusakan. “Sederhana saja, misalnya jatuh. Lampunya mati. Itu mau dibawa ke mana,” imbuhnya.
Sumber Jawapos.com