Pemerintah kembali merevisi proyek strategis nasional (PSN) untuk ketiga kalinya.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) 109/2020, target berubah dari awal sebanyak 225 proyek dan 1 program kini jadi sebanyak 201 proyek dan 10 program.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo saat mulai mencanangkan program pembangunan infrastruktur 5 tahun lalu, tantangan tidak sedikit. Salah satu utamanya yaitu anggaran yang terbatas.
Pembangunan tersebut tentu butuh biaya yang besar. Di sisi lain Indonesia tidak bisa mengandalkan penuh dari APBN karena beberapa ruang belanja sudah dikunci terlebih dahulu seperti belanja kesehatan dan pendidikan.
“Jadi mau tidak mau pemerintah mendorong investasi swasta dan penugasan BUMN. Untuk hal kedua, BUMN akhirnya harus mencari sumber pembiayaan luar negeri untuk menjalankan proyek infrastrktur ini termasuk PSN,” katanya saat dihubungi, Jumat (27/11/2020).
Yusuf menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan PSN, anggaran menjadi kendala utama. Di sisi lain, APBN yang menjadi andalan tidak sepenuhnya mendukung dalam lima tahun terakhir.
Contohnya, penerimaan negara di beberapa kesempatan jauh dari target atau mengalami shortfall. Selain masalah anggaran, PSN juga terhambat masalah pembebasan lahan yang memerlukan biaya tidak sedikit dan waktu negosiasi yang lama.
Sementara dalam pembangunan PSN, pemerintah seringkali mendoromg kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Namun tambah Yusuf, perlu diingat bahwa swasta khususunya non-BUMN punya pertimbangan resiko yang tinggi sebelum akhirmya memutuskan mengambil proyek PSN.
Oleh karena itu, dia menilai insentif bagi swasta yang ingin bergabung dalam skema KPBU bisa dipertimbangkan untuk diberikan. Misalnya dengan kredit tertentu dari perbankan untuk swsata.
“Di samping itu masalah pembebasan lahan juga perlu menjadi perhatian. Pemerintah sudah mempunyai Lembaga Manajemen Aset Negara saya kira lembaga ini bisa dimaksimalkan fungsinya untuk memitigasi masalah penyediaan lahan ini,” jelasnya.
Di pemerintahan Jokowi yang tersisa, infrastruktur di sektor ketenagalistrikan menjadi yang harus diprioritaskan. Bagi Yusuf, ini adalah kebutuhan dasar masyarakat dan bisa berpengaruh terhadap pembangunan suatu daerah.
“Dengan cukupnya listrik di suatu daerah, pemerintah daerah tentu akan lebih leluasa dalam mengundang investor terutama investor industri untuk berinvestasi. Dengan suatu industri masuk, tentu ada efek multiplier yang bisa dihasilkan dari terciptanya lapangan pekerjaan,” ucapnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn