PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) mengembangkan teknologi ramah lingkungan dalam konstruksi salah satu proyek Engineering, Procurement, & Construction (EPC)-nya yakni Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang berlokasi di Cilegon, Banten.
Direktur Operasi II Hutama Karya, Ferry Febrianto mengatakan bahwa dalam menggarap PLTU Suralaya, Hutama Karya mengadopsi teknologi Ultra-Super Critical dan sistem penanganan polusi gas buang yang canggih. Teknologi Ultra Super Critical memungkinkan pembangkit ini menghasilkan listrik secara effisien dan cost efficient karena membutuhkan jumlah batubara dan fuel oil yang lebih sedikit dari sistem pembangkit lainnya. Penggunaan batubara yang lebih sedikit menghasilkan polusi yang lebih sedikit pula.
“Selain itu, gas hasil buangan juga di-treatment lebih lanjut agar memenuhi standard lingkungan hidup yang berlaku,” ujar Ferry. Perlu diketahui, sesuai peraturan, standar baku mutu untuk kandungan gas buang PLTU seperti SOx, Partikulat, dan NOx masing-masing adalah 550 mg/Nm3, 100 mg/Nm3 dan 550 mg/Nm3.
Lebih lanjut, Ferry menyampaikan bahwa berkat teknologi yang dikembangkan Hutama Karya tersebut, maka angka-angka itu dipangkas menjadi di bawah 350 mg/Nm3, 30 mg/Nm3, dan 128mg/Nm3, secara berurutan untuk SOx, Partikulat, dan NOx. Di samping itu teknologi USC memiliki thermal efficiency yang lebih tinggi daripada teknologi Sub-critical dan Supercritical. Semakin tinggi thermal efficiency yang dihasilkan maka semakin sedikit jumlah batu bara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran.
“Artinya, untuk menghasilkan output energi yang sama, teknologi USC membutuhkan jumlah batubara yang lebih sedikit dari teknologi sub-critical atau supercritical. Ini juga memengaruhi kadar polusi yang dihasilkan. Batubara memiliki kandungan sulphur, di mana apabila dibakar akan menghasilkan sulphur dioxide (SO2). Apabila SO2 dibuang ke atmosfir, dan bercampur dengan awan, maka akan menghasilkan hujan asam. Karena jumlah batubara yang dibutuhkan lebih sedikit, teknologi USC dapat menghasilkan kandungan SO2 yang lebih sedikit pula, sehingga lebih ramah lingkungan,” tegas Ferry.
Atas pengembangan teknologi inilah pada tahun 2021, PLTU Suralaya garapan HK meraih Indonesia Green Award (IGA) 2021 sebagai PLTU berteknologi maju ramah lingkungan di Indonesia.
PROSES RAMAH LINGKUNGAN
Selain USC, PLTU Suralaya dilengkapi dengan sistem penanganan gas buang yang canggih. Proyek ini menggunakan sistem Electrostatic Precipitator, Flue Gas Desulphurization System dan Selective Catalytic Converter.
Sistem-sistem tersebut memiliki fungsinya masing-masing dimana gas buang dari hasil pembakaran akan disalurkan ke sistem-sistem tersebut sehingga kandungan berbahaya dari gas buang tersebut, seperti Nitrogen Oksida (NOx), Sulphur Oksida (SO2), partikulat padat, dan lainnya dapat dikurangi sampai batas aman atau bahkan dihilangkan.
Tak sampai di situ, PLTU Suralaya juga mengimplementasikan teknologi mutakhir untuk mengurangi polusi akibat dari pembakaran batubara. Sebut saja sistem boiler pada proyek ini menggunakan teknologi low NOx Burner. Low NOx burner ini menggunakan system yang dapat mengontrol campuran udara dan bahan bakar sehingga menghasilkan kandungan Nitrogen Oksida (NOx) yang rendah. NOx merupakan salah satu gas yang berbahaya apabila dilepas ke atmosfir dan dihirup manusia.
Setelah itu, gas hasil pembakaran batu bara dari boiler kemudian disalurkan ke Selective Catalytic Reduction (SCR) system. Pada sistem ini, gas buang akan diinjeksi dengan ammonia menggunakan ammonia injection system. Proses ini menghasilkan reaksi kimia antara ammonia dan N0x sehingga gas buang bersih dari kandungan N0x.
“Selanjutnya gas buang disalurkan menuju Electrostatic Precipitator (ESP). Tujuan ESP ini adalah untuk menyaring partikulat-partikulat padat hasil pembakaran batu bara agar tidak terbuang ke udara. System ESP ini menghasilkan medan elektrostatik yang memungkinkan partikulat dari gas buangan tersebut tertarik dan menempel di anoda yang ada di ESP. Partikulat yang tertarik kemudian di kumpulkan untuk di-treatment lebih lanjut,” imbuh Ferry.
Dari ESP, gas yang partikulatnya sudah tersaring kemudian masuk ke Flue Gas Desulphurization System. FGD ini berfungsi untuk menetralkan kandungan SO2. Gas dari ESP akan disalurkan ke FGD, dimana gas tersebut akan disemprotkan cairan batu kapur untuk mengikat kandungan SO2.
“Gas buang yang sudah bersih kemudian dibuang melalu chimney. Kandungan gas buang tersebut dikontrol secara terus-menerus menggunakan Continuous Emission Monitoring System yang terpasang di chimney. PLTU Suralaya akan memastikan gas buang hasil pembakaran batubara selalu memenuhi standar lingkungan hidup yang berlaku,” terangnya.
PERKEMBANGAN PROYEK PLTU SURALAYA
Perkembangan proyek PLTU saat ini sedang dalam pengerjaan pada area-area concern, seperti turbine building, BOP, jetty, intake, CHS, dan chimney. Menurut Ferry, Hutama Karya tetap berkomitmen untuk menyelesaikan proyek PLTU Suralaya di tahun 2025 mendatang sesuai kontrak awal dengan Indo Raya Tenaga atau IRT selaku pemilik proyek.
Ia melanjutkan, pengerjaan proyek PLTU Suralaya berbeda dengan PLTU sebelumnya. Kapasitas PLTU Suralaya paling besar di antara proyek-proyek PLTU sebelumnya, yaitu 2 x 1000 MW. PLTU ini dibangun di atas reklamasi area serta menggunakan sumber daya paling besar. Adapun saat ini progress proyek senilai 26 Triliun rupiah ini sudah mencapai 42,92%.
Bangunan – bangunan yang berada di area Power Block sudah terlihat wujudnya, diantaranya 2 bangunan Turbine, masing -masing dalam proses instalasi rangka baja. Diapit oleh 2 bangunan tersebut, terlihat bangunan CCB “Central Control Building” yang sudah memasuki tahapan pekerjaan arsitektur mechanical dan electrical. Selain itu baru – baru ini, Hutama Karya berhasil menyelesaikan rekor pengecoran dalam jumlah terbesar yang pernah dikerjakan, yakni di area pondasi bangunan “Chimney” sebesar 6000 m3 dilakukan 3 hari berturut2 selama 24 jam melibatkan 3 batching plan yang dibangun di dalam area site dan manpower dalam jumlah besar.
“Hutama Karya meyakini bahwa mega proyek ini yang merupakan proyek strategis nasional, yang memiliki peran besar untuk menyuplai listrik untuk seluruh wilayah Indonesia, dimana suatu kebanggan yang sangat besar ketika Hutama Karya dipercaya untuk membangun dan menyelesaikan pembangunan pembangkit ini hingga layak beroperasi,” tutup Ferry Febrianto, Direktur Operasi II Hutama Karya.