Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meresmikan pengoperasian Pabrik pupuk Pusri 2B milik anak usaha PT Pupuk Indonesia, yakni PT Pupuk Sriwijaya di Palembang. Pabrik baru ini memiliki kapasitas produksi sebesar 907.500 ton urea/tahun dan 660.000 ton amoniak/tahun.
Konsumsi gas Pusri 2B jauh lebih efisien dibanding pabrik Pusri 2 yang digantikannya. Konsumsi gas Pusri 2B sebesar 24 MMBTU/ton urea, lebih rendah dibandingkan pabrik Pusri 2, dengan konsumsi gas mencapai 37 MMBTU/ton urea. Pabrik ini dibangun konsorsium PT Rekayasa Industri dan Toyo (Jepang), dengan total biaya investasi Rp 8,5 triliun.
“Pabrik Pusri 2B dibangun sebagai bagian dari program revitalisasi industri pupuk nasional. Revitalisasi adalah salah satu upaya Pupuk Indonesia untuk terus meningkatkan kinerja dalam mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan daya saing,” kata Menteri Rini di Palembang, Jumat (11/05/2018).
Konsep revitalisasi yang diterapkan yakni mengggantikan pabrik-pabrik yang kurang efisien dengan pabrik baru yang hemat energi, ramah lingkungan dan efisien. Pabrik ini juga menggunakan bahan bakar batu bara untuk pembangkit steam dan listrik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap gas bumi.
Selain Pusri 2B, peresmian di Palembang ini juga menjadi simbolik dari beroperasinya Pabrik Kaltim-5 di PT Pupuk Kaltim, Bontang dan Pabrik Amurea 2 di Petrokimia Gresik. Hadir pula dalam rangkaian kegiatan ini Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas asikin Idat beserta jajaran direksi PT Pusri.
Pencanangan Pabrik NPK
Di Palembang, Menteri Rini turut melakukan pencanangan proyek pembangunan pabrik NPK. Proyek ini akan dibangun kurun 2018 hingga 2025 dengan total kapasitas sebesar 2,4 juta ton. Rencananya, pabrik-pabrik NPK tersebut akan dibangun dan dioperasikan di PT Pupuk Iskandar Muda, Lhoksemauwe, PT Pusri Palembang, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Kaltim.
Sebagai tahap awal, Menteri Rini melakukan groundbreaking proyek pembangunan pabrik NPK Fusion berkapasitas produksi 2×100.000 ton per tahun dan menggunakan teknologi Steam Granulation. Produksi dari pabrik ini diproyeksi dapat memenuhi pasar perkebunan maupun pertanian di wilayah Sumatera.
Proyek ini dibangun melalui sinergi BUMN, di mana PT Wijaya Karya (Persero) terpilih sebagai kontraktor dari proyek senilai Rp 521 miliar dengan target selesai pada September 2019.
Aas Asikin menambahkan, dasar pemikiran penambahan kapasitas NPK yaitu potensi pasar NPK di Indonesia yang terbilang masih sangat besar. Saat ini kebutuhan NPK domestik diperkirakan sekitar 9,2 juta ton, sedangkan kapasitas produksi Pupuk Indonesia baru sekitar 3,3 juta ton, dan swasta lainnya baru sekitar 3 juta ton.
“Masih terbuka peluang pasar bagi Pupuk Indonesia baik untuk sektor pertanian maupun perkebunan,” ujar Aas.
Terlebih lagi, harga gas di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara produsen pupuk lainnya membuat komoditi urea dan amoniak Indonesia berkurang daya saingnya di pasar Internasional. Untuk itu, PT Pupuk Indonesia berupaya meningkatkan diversifikasi produk yang bisa lebih bersaing, berkualitas baik dan tingkat ketergantungannya terhadap gas tidak terlalu tinggi.
“Penggunaan pupuk NPK yang menyeluruh, dapat meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan nasional sehingga dapat menjaga ketahanan pangan nasional serta meningkatkan kesejahteraan petani. Sebab para petani dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik dari hasil panen yang lebih banyak,” Aas menandaskan.
Sumber Siaran Pers Humas dan Protokol Kementerian BUMN