PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) tengah dalam upaya untuk menyehatkan keuangan perusahaan. Hal ini seiring dengan solvabilitas perusahaan yang sempat mengalami penurunan atau minus pada tahun 2020 dan 2021.
Direktur Utama Asuransi Jasa Indonesia Andy Samuel mengatakan kondisi RBC Jasindo saat ini dalam kondisi tidak memenuhi ketentuan OJK yang mencapai 120 persen. Pada laporan auditer 2021, RBC Jasindo minus 84,85 persen. Ke depan, fokus manajemen adalah meningkatkan RBC perusahaan kembali.
“Saat ini tugas kami adalah meningkatkan solvabilitas Jasindo ke tahap sehat di atas 120 persen, dan terutamanya untuk menguatkan fundamental bisnis yang ada di Jasindo, sehingga ke depan Jasindo bisa sustain dengan prudent yang dijaga dalam proses underwriting,” ujar Andy dalam RDP Komisi VI DPR, Kamis (8/12/2022).
Andy menyampaikan bahwa seiring dengan kondisi Jasindo tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menetapkan status Jasindo dengan status pengawasan khusus dan Jasindo diwajibkan untuk mencapai Rencahan Penyehatan Keuangan (RPK).
Untuk memenuhi keputusan OJK tersebut, Jasindo telah menyiapkan dua rencana penyehatan keuangan, yakni melalui upaya organik dan anorganik. Dari upaya organik adalah dengan melakukan restrukturisasi portofolio lini usaha asursansi kredit dan melakukan perbaikan model bisnis serta proses bisnis.
Sementara anorganik adalah pelepasan penyertaan langsung. “Dapat kami sampaikan bahwa kami telah melepaskan 10 persen kepemilikan kami pada Mandiri In Health, termasuk juga bulan lalu kami juga melepaskan 20 persen atas 40 persen kepemilikan kami di Tokio Marine Indonesia,” ujar Andy.
Rencana lainnya adalah Jasindo akan melakukan pinjaman subordinasi, aksi ini merupakan arahan dari pemegang saham, di mana pada tahun 2022 Jasindo harus memenuhi batasan solvabilitas 120 persen.
“Dengan dilakukannya beberapa inisiatif yaitu revaluasi termasuk juga pelepasan Mandiri In Health dan Tokio Marine, serta restrukturisasi portofolio asuransi kredit, RBC kami di bulan November sudah kembali ke posisi positif, walaupun belum mencapai 120 persen,” ujar dia
Kondisi bisnis turun
Andy juga mengatakan produk asuransi tani padi dan produk asuransi ternak sapi mengalami penurunan. Hal ini seiring adanya perubahan target oleh pemerintah karena adanya pandemi Covid-19.
Kinerja asuransi Tani Padi Jasindo dari 2019 sampai dengan 2021 mengalami penurunan serapan. Hal ini dikarenakan adanya pengalihan atau refocusing anggaran dari Kementrain Pertanian
“Pada tahun 2021, Kementrian Pertanian itu merubah target anggara, sehingga untuk asurasni Tani Padi ini hanya memiliki 400 ribu hektar dan pada 2022 menjadi 382 hektar tanah,” ujar Andy.
Kemudian secara performa, rasio per klaim asuransi Tani Padi dibagi dengan premi sejauh ini di bawah 100 persen. Pada 2019 berada pada level 78,72 persen, 2020 58,63 persen, 2021 95,41 persen, dan pada tahun 2022 38,27 persen.
Jumlah premi untuk asuransi Tani Padi juga mengalami penurunan, di mana pada tahun 2022 menjadi Rp43,98 miliar dibandingkan 2021 yang mencapai Rp72 miliar. Sementara jumlah klaim juga turun menjadi Rp16,83 miliar dari sebelumnya Rp68,69 miliar.
Lebih lanjut, asuransi Ternak Sapi/Kerbau Jasindo juga mengalami refocusing anggaran, di mana pada awalnya ditargetkan sebanyak 150.000 ekor pada tahun 2021, dan di tahun 2022 menjadi 92.000 ekor.
“Secara performanya memang rasio klaim dibandingkan premi selama 3 tahun terakhir dari 2019-2021 bisa dibilang tidak terlalu baik karena rasionya ada yang mencapai 300 persen. Pada tahun berjalan ini rasionya masih bagus sebesar 31 persen,” ujar Andy.
Sebagai informasi, rasio klaim asuransi Ternak Sapi/Kerbau Jasindo pada tahun 2019 mencapai 331,41 persen, pada tahun 2020 mencapai 301,31 persen, 2021 mencapai 220,95 persen dan 2022 berada di posisi 31,30 persen.
Selain itu, Andy juga menjabarkan ada produk yang menghambat kinerja perusahaan. Asuransi kredit menjadi satu penyebab perusahaa menjadi tidak sehat.
Andy mengatakan sebelumnya headcount Jasindo sebesar 927, termasuk kantor cabang dan kantor perwakilan. Sampai saat ini jumlah kantor cabang dan kantor perwakilan Jasindo mengalami penurunan menjadi 30.
“Hal tersebut perlu kami lakukan karena kami akan melakukan transformasi baik itu dari segi culture termasuk juga transformasi bisnis, dari mulai model bisnis dan proses bisnis,” ujar Andy.
Adapun produk asuransi kredit sepanjang 2017–2019 mencapai Rp2,1 triliun, dengan rincian Rp700 miliar hingga Rp800 miliar per tahun.
Andy juga mengatakan bahwa produk tersebut memiliki jangka pertanggungan mencapai 25 tahun dan Jasindo tidak secara melakukan pencadangan teknis yang sesua.
“Periode yang dimiliki produk tersebut masih panjang, karena polis kami terakhir itu selesai 2044, sehingga kami harus melakukan restrukturisasi. Kami telah memberhentikan produk ini, namun disatu sisi kami juga memiliki kewajiban terhadap klaim-klaim yang sudah masuk,” ujar Andy.
Sumber Bisnis, edit koranbumn