Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya menargetkan program restrukturisasi polis Jiwasraya hingga proses migrasi polis ke IFG Life dapat rampung pada kuartal kedua 2021.
“Semoga upaya dan kerja keras ini dipahami sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab kami dalam menyelamatkan seluruh polis Jiwasraya,” kata Indra Widjaja, Anggota Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya Jangka Menengah di Jakarta, pekan lalu.
Dia yakin, program ini dapat disetujui oleh seluruh pemegang polis baik ritel, bancassurance, maupun korporasi. Program restrukturisasi itu sendiri dibagi dalam tiga tahap. Pertama, pengumuman yang diikuti imbauan untuk seluruh pemegang polis melakukan registrasi data.
Kedua, tahap sosialisasi yang akan dilakukan pada awal tahun 2021 dengan pemaparan skema indikatif dan alur program restrukturisasi. Ketiga, tahap penutupan polis baru. Pada tahap terakhir, polis yang secara bertahap sudah direstrukturisasi akan dipindah ke IFG Life.
Menolak Restrukturisasi
Forum Korban BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menolak program restrukturisasi polis yang ditawarkan perseroan. Ini merupakan forum yang berisikan para nasabah dari produk saving plan.
Seorang perwakilan nasabah, Roganda P. Manullang menyatakan, skema restrukturisasi tersebut tidak dijelaskan secara gambang oleh manajemen kepada pemegang polis. Mereka juga tidak dilibatkan dalam merancang skema restrukturisasi polis.
“Nasabah hanya disodori hasil akhir yang tidak ada satupun opsi yang adil bagi kami. Narasi komunikasi Jiwasraya kepada nasabah tidak persuasif bahkan intimidatif,” ungkap Roganda.
Selain itu, nasabah saving plan mendapat perlakuan yang tidak adil dibandingkan nasabah lainnya. Padahal sama-sama korban gagal bayar Jiwasraya. Nahasnya lagi, dia dan rekannya ditawarkan pembayaran polis dengan cicilan hingga 15 tahun tanpa bunga.
“Atau cicilan lima tahun tanpa bunga dengan potongan 29%-31%. Sedangkan nasabah lain dicicil dengan bungan dan dipotong 5%,” terangnya.
Dalam hal ini, nasabah dalam posisi tidak menguntungkan baik untuk menerima atau menolak restrukturisasi. Apalagi, ada konsekuensi yang mesti mereka tanggung jika menolak restrukturisasi polis tersebut.
Bagi nasabah yang menolak restrukturisasi, maka polis akan tetap berada di Jiwasraya sebagai piutang bersama aset dan liabilitas yang tidak bersih. Nantinya Jiwasraya masih tetap beroperasi terbatas bukan sebagai asuransi jiwa tapi pengelola sisa aset yang bermasalah.
“Jika menolak, mereka akan tinggal di aset yang tidak clean dan clear baik secara dokumen kepemilikan maupun penguasaan. Itu risiko bagi yang ingin tinggal,” jelas Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko.
Hexana mengamini, bahwa ada kemungkinan skema ini diterima atau ditolak oleh nasabah. Skema ini juga potensi melahirkan gugatan dari nasabah tapi manajemen berupaya melakukan komunikasi, salah satunya melalui grup diskusi.
“Ini sebenarnya masih potensi gugatan ya. Sampai hari ini masih potensi, mereka akan melayangkan gugatan karena untuk bancassurance dan ritel untuk restrukturisasi secara resmi belum dijalankan,” pungkas dia.
Sumber Kontan, edit koranbumn