Untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di tengah keterbatasan APBN, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyediakan dukungan dalam bentuk penjaminan pemerintah kepada BUMN. Dalam pemberian penjaminan pemerintah, Kemenkeu bersama Kementerian BUMN selalu berkomitmen melakukan pengelolaan risiko fiskal BUMN secara komprehensif serta mengedepankan tata kelola yang baik (good governance). Komitmen ini diperkuat dengan ditandatanganinya Pakta Manajemen Risiko antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Kemenkeu Luky Alfirman, dengan Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely, pada acara workshop “Implementasi Pengelolaan Risiko Keuangan Negara atas Penjaminan BUMN dalam Rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur”, Selasa (14/06).
Dalam acara workshop yang digelar Kemenkeu bersama Kementerian BUMN dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)/ PT PII, Dirjen PPR menyampaikan bahwa Kemenkeu telah merespon adanya potensi risiko default dari pemberian jaminan, dengan membangun framework pengelolaan risiko fiskal yang terukur dan prudent. Pengelolaan risiko dilakukan sejak tahap permohonan penjaminan oleh BUMN dengan mempertimbangkan batas maksimal penjaminan dan proses assessment terhadap kemampuan bayar BUMN. BUMN pemohon harus menyampaikan risk mitigation plan atas fasilitas pembiayaan yang akan dijamin Pemerintah, serta menyusun komitmen kinerja berkelanjutan pada saat penjaminan diterbitkan yang ditandatangani oleh Kemenkeu, Kementerian BUMN, dan BUMN terjamin yang diwakili oleh Komisaris dan Manajemen.
“Pengelolaan risiko dilakukan secara berkesinambungan setelah pemberian penjaminan diterbitkan melalui kewajiban monitoring bersama dan pembaharuan risk mitigation plan secara berkelanjutan. Kementerian Keuangan juga akan mengalokasikan kewajiban penjaminan di APBN dalam bentuk dana cadangan penjaminan,” jelas Dirjen PPR saat acara.
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko, Kementerian BUMN, Ibu Nawal Nelly, dalam kesempatan yang sama menyampaikan apresiasi kepada BUMN Karya yang telah berkontribusi dalam pembangunan proyek strategis, diantaranya jalan tol Trans Jawa dan jalan tol Trans Sumatra. Namun, dengan situasi yang volatile saat ini perlu diidentifikasi area yang sangat vulnerable kemudian memperbaikinya, serta menjadi lebih prudent, baik dalam proyeksi maupun representasi laporan keuangan.
“Saat ini Kementerian BUMN dengan dukungan Kementerian Keuangan, World Bank dan ADB sedang menggalakkan budaya risiko dan membangun portfolio BUMN level enterprise risk management platform agar lebih siap menghadapi volatility ke depan. Jadi, di situasi global yang memang menantang, don’t lose hope, we just need to be prepared,” terang Nelly.
Direktur Utama PT PII M. Wahid Sutopo menyampaikan bahwa dalam upaya menyukseskan program penjaminan BUMN ini, berbagai langkah harus dilakukan secara bersama-sama. Salah satunya dengan memastikan setiap penjaminan kepada BUMN dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana, membuat rencana mitigasi dan pengelolaan risiko atas setiap potensi risiko yang muncul, khususnya yang berdampak pada risiko keuangan negara. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama dari berbagai pihak yaitu BUMN terjamin, Kemenkeu, Kementerian BUMN serta PT PII sebagai SMV Kemenkeu yang telah diberikan mandat dari Pemerintah sebagai Badan Usaha Penjaminan.
“Diberikannya mandat kepada PT PII sebagai badan usaha penjaminan tentunya juga merupakan langkah strategis pemerintah dalam upaya meningkatkan tata kelola pelaksanaan pemberian jaminan Pemerintah atau ring fencing atas risiko terjadinya sudden shock terhadap APBN dan efisiensi pengelolaan risiko keuangan negara atau risiko fiskal. Oleh karena itu, PII berkomitmen besar dalam melaksanakan mandat tersebut dengan sebaik-baiknya, salah satunya melalui upaya peningkatan pengelolaan risiko secara berkelanjutan dan menyeluruh, serta terus meningkatkan kesadaran manajemen risiko atas proyek yang dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan,” ungkap Sutopo.
Melalui workshop ini diharapkan menjadi bentuk komunikasi publik dalam pelaksanaan pembangunan proyek infrastruktur melalui penugasan BUMN, dan proses monitoring evaluasi terhadap dukungan fiskal yang diberikan kepada BUMN yang dinilai penting sebagai bentuk transparansi dan good governance. Forum yang melibatkan partisipasi berbagai pihak yang mewakili Pemerintah, BUMN, kreditur, lembaga keuangan internasional, hingga lembaga rating diharapkan dapat menjadi agenda rutin, sebagai sarana penyampaian kebijakan serta transfer knowledge, pertukaran gagasan dan informasi dari berbagai perspektif serta forum komprehensif yang menjembatani diskusi dan review antara Kemenkeu, Kementerian BUMN dan BUMN untuk menghasilkan acuan pengelolaan risiko fiskal yang lebih baik untuk tahun berikutnya.
Sumber Kemenkeu, edit koranbumn