Perkiraan bahwa kurs rupiah akan lebih stabil dan menguat di tahun ini tentu merupakan berita baik bagi produsen farmasi. Tak terkecuali PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang sebagian besar bahan bakunya diperoleh dari impor.
Ganti Winarno, Sekretaris Perusahaan KAEF mengatakan perseroan cukup optimis tahun ini bakal lebih baik dibandingkan tahun lalu. “Terkait dengan kurs, tentunya seluruh pelaku industri farmasi akan memiliki dampak positif mengingat hampir sebagian besar bahan baku farmasi masih impor,” terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (17/1).
Selain itu perseroan juga telah meneken kontrak bahan baku selama 2 tahun mulai dari 2018 kemarin dan 2019 sekarang untuk menekan biaya bahan baku tersebut. Manajemen menjelaskan beban pokok penjualan KAEF tidak sampai 90%, tetapi terjaga dikisaran 60% hingga 65% terhadap pendapatan.
Perseroan bakal menerapkan beberapa strategi sentralisasi procurment, pembelian dalam jumlah besar di depan. Hal ini merupakan bentuk hedging yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan valas yang tidak dapat diprediksi.
Selain itu kebutuhan produksi KAEF juga dikalkulasi untuk melakukan pengadaan bahan baku yang dibutuhkan di awal dengan melakukan kontrak kerja sama dengan pemasok. Sebagai gambaran, sampai kuartal tiga 2018 kemarin beban pokok penjualan dari sisi produksi manufaktur mencapai Rp 871 miliar, dimana biaya pemakaian bahan baku menyumbang cukup besar yakni Rp 593 miliar.
Mengenai target di tahun ini, Ganti belum dapat membagikannya sekarang. Yang jelas KAEF masih berfokus pada pengembangan bisnisnya baik yang eksisting sejak lama maupun yang baru.
“Tahun 2019 kami akan terus melakukan ekspansi bisnis untuk menopang pertumbuhan bisnis,” kata Ganti. Asal tahu saja, di tahun 2018 lalu perseroan mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure/capex yang cukup besar yakni sekitar Rp 3,5 triliun.
Anggaran tersebut sebagian besar memang digunakan untuk mendanai ekpansi anorganik perseroan berupa merger dan akuisisi. Rinciannya yaitu capex sebesar Rp 2,3 triliun untuk merger dan akuisisi, sisanya sebesar Rp 1,2 triliun untuk bisnis organik.
Manajemen mengatakan penyerapannya sangat tergantung proses merger dan akuisisi terkait negosiasi. Perseroan berharap usai proses merger dan akuisisi berhasil di 2018 kemarin, maka minimal capex akan terserap hingga 60%.
Salah satu ekspansi yang telah dilakukan KAEF ialah mengakuisisi 60% saham perusahaan jaringan ritel farmasi di Arab Saudi, DaWaa Medical Limited Company, salah satu anak perusahaan Marei Bin Mahfouz (MBM) Group yang bergerak di bidang kesehatan pada awal tahun lalu dengan nilai Rp 130 miliar. KAEF juga berencana untuk mengembangkan klinik hemodialisa di kota besar lainnya, yang hingga saat ini baru ada satu di Bandung.
Dari laporan keuangan perseroan yang terakhir kali dipublikasikan, KAEF tercatat membukukan penjualan bruto sebesar Rp 5,44 triliun pada periode sembilan bulan tahun 2018 lalu, yakni tumbuh 23,92% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 4,39 triliun.
Adapun Badan Usaha Milik Negara ini mencatat penjualan bersih setelah, dikurangi potongan penjualan, tercatat sebesar Rp 5,31 triliun, naik 23,49% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 4,30 triliun. Berdasarkan laporan keuangan KAEF, porsi pendapatan terbesar KAEF berasal dari segmen ritel sebesar Rp 2,99 triliun, disusul pendapatan distribusi Rp 2,03 triliun, dan pendapatan manufaktur Rp 200,80 miliar.
Sumber KimiaFarma/ kontan /edit koranbum