Pemerintah memperkirakan dana jaminan sosial (DJS) BPJS Kesehatan akan mengalami defisit dalam jangka menengah sampai dengan 2026.
Dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN TA 2023, pemerintah memproyeksikan akumulasi DJS kesehatan pada 2023 pada kondisi normal adalah sebesar Rp31,03 triliun. Angka ini menurun dibandingkan proyeksi pada 2022 yang diperkirakan mencapai Rp39,8 triliun.
“Namun dalam jangka menengah sampai dengan tahun 2026, dengan asumsi ceteris paribus, DJS kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit yang berdampak pada penurunan akumulasi DJS kesehatan, mengingat pada tahun 2026 akumulasi aset neto akan berpotensi memiliki nilai negatif,” tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN TA 2023, Selasa (16/8/2022).
Dalam skenario proyeksi yang dibuat, akumulasi DJS Kesehatan dalam kondisi normal diproyeksikan defisit Rp42,5 triliun pada 2026, sementara dalam skenario baik defisit berada di angka Rp6,8 triliun dan dalam skenario buruk defisit bisa mencapai Rp64,6 triliun pada 2026.
Pada simulasi tersebut, besaran akumulasi DJS kesehatan berkaitan dengan kondisi pandemi Covid-19, utilisasi pelayanan, kepesertaan, implementasi kebijakan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), serta penyesuaian tarif pelayanan kesehatan.
Kondisi keuangan DJS Kesehatan pada 2020 sampai dengan Juni 2022 mengalami surplus. Kondisi ini dipengaruhi oleh penyesuaian besaran iuran sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Selain itu, selama periode pandemi Covid-19 juga terdapat tren penurunan angka utilisasi pelayanan kesehatan pada jenis pelayanan rawat jalan maupun rawat inap.
“Namun demikian, pascapandemi Covid-19 BPJS Kesehatan berpotensi menghadapi tren peningkatan utilisasi pelayanan JKN [Jaminan Kesehatan Nasional]. Selain itu, perubahan kondisi dari status pandemi dalam hal akan ditetapkan menjadi berstatus endemi, hal ini berpotensi menjadikan biaya pelayanan untuk kasus Covid-19 sebagai manfaat jaminan yang ditanggung program JKN, di mana hal ini dapat memengaruhi proyeksi keuangan DJS kesehatan,” tulis pemerintah.
Untuk menjaga ketahanan DJS, BPJS Kesehatan melakukan upaya antara lain peningkatan akurasi data dan analisis data potensi peserta program JKN-KIS, peningkatan kesadaran peserta untuk membayar iuran, optimalisasi pemanfaatan digital platform untuk meningkatkan jumlah moda pembayaran dan efektivitas penagihan iuran, sinergi dengan pemangku kepentingan untuk pemenuhan standardisasi pelayanan kesehatan, kepastian ketersediaan obat dan alat kesehatan, penjaminan paket manfaat JKN berbasis KDK dan KRIS untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan peserta, intensifikasi promotif dan preventif melalui promosi, deteksi dini, dan peningkatan efektivitas pengelolaan penyakit kronis.
Upaya mitigasi risiko fiskal dilakukan dalam beberapa klaster, yaitu klaster penerimaan, klaster belanja manfaat, dan klaster pengelolaan investasi dan kas. Pada klaster penerimaan, mitigasi risiko dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda terkait penganggaran iuran jaminan kesehatan serta mendorong peran aktif Pemda dalam program JKN melalui pendaftaran penduduknya menjadi peserta JKN yang didaftarkan oleh Pemda, implementasi pembayaran tagihan secara bertahap bagi peserta PBPU yang memiliki tunggakan 6 bulan sampai dengan 24 bulan, dan peningkatan cakupan peserta.
Selanjutnya, mitigasi risiko dalam klaster belanja manfaat dilakukan melalui koordinasi untuk penyempurnaan sistem rujukan berjenjang, penetapan manfaat JKN sesuai kebutuhan dasar kesehatan, peningkatan akuntabilitas klaim melalui digitalisasi klaim dan pemanfaatan machine learning pada area verifikasi, pengendalian biaya secara prospective, concurrent, dan retrospective, serta penguatan tools deteksi pencegahan kecurangan.
Selain itu, mitigasi risiko dalam klaster pengelolaan investasi dan kas dilakukan melalui penguatan tata kelola investasi untuk memperoleh hasil yang optimal, penyesuaian durasi penempatan aset investasi dengan liabilitas DJS kesehatan, dan monitoring dan evaluasi arus kas secara reguler.
Sumber Bisnsi, edit koranbumn