Emiten konstruksi BUMN, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dinilai perlu melanjutkan proses restrukturisasi keuangan melalui rapat umum pemegang obligasi (RUPO) dan rapat umum pemegang sukuk (RUPSU) guna menjaga kesinambungan operasional perseroan.
Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, mengatakan opsi restrukturisasi relevan karena arus kas WIKA yang berbasis proyek kian menipis akibat penundaan sejumlah proyek pemerintah.
Sementara itu, kewajiban jatuh tempo masih. Tanpa renegosiasi tenor dan bunga, tekanan likuiditas perusahaan diperkirakan bakal semakin berat dan berisiko mengganggu stabilitas keuangan emiten BUMN ini.
“Restrukturisasi bisa jadi runway tambahan buat WIKA, bisa 2 – 3 tahun untuk stabilisasi. RUPO dan RUPS itu opsi preventif,” ucapnya, Senin (15/12/2025).
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, M. Nafan Aji Gusta Utama juga memiliki pandangan serupa. Dia menekankan pentingnya kesepakatan restrukturisasi antara WIKA dan kreditur. Tanpa kesepakatan, risiko hukum justru dapat meningkat dan merugikan seluruh pihak.
“Dorongan untuk mewujudkan kesepakatan restrukturisasi RUPO dan RUPSU sangat penting. Kalau tidak disepakati, maka bisa membuka ruang bagi kreditur untuk melakukan PKPU kepada WIKA,” pungkas Nafan.
WIKA sebelumnya telah menjalankan restrukturisasi melalui master restructuring agreement (MRA) pada Februari 2024, yang berhasil memberikan dampak positif termasuk membukukan laba bersih Rp741,42 miliar sepanjang 2024. Adapun kas perseroan tetap positif tanpa ada gugatan PKPU.
Namun demikian, memasuki tahun 2025, WIKA menghadapi tantangan baru. Pemangkasan anggaran infrastruktur pemerintah memberikan dampak pada penurunan volume proyek dan pendapatan perseroan.
Kondisi tersebut semakin dibebani oleh kenaikan beban bunga yang jatuh tempo pada September 2024 dan kembali meningkat pada September 2025. Kondisi ini pun membuat ruang manuver keuangan WIKA semakin terbatas.
Di sisi lain, WIKA juga berencana menyiapkan restrukturisasi keuangan tahap kedua seiring dengan menurunnya pendapatan dan utang berbunga perusahaan, yang mencapai sekitar Rp29 triliun per kuartal III/2025.
Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito mengatakan restrukturisasi tahap kedua disusun berdasarkan kondisi riil kontrak dan kewajiban perseroan. Langkah ini akan menjadi kelanjutan dari restrukturisasi awal pada 2024.
Tahun lalu, WIKA dan sejumlah lembaga keuangan telah merampungkan master restructuring agreement (MRA) dengan nilai outstanding Rp20,79 triliun.
Namun, kontraksi kinerja keuangan pada tahun ini, membuat WIKA tidak mampu membayar sejumlah kewajiban. Hingga kuartal III/2025, pendapatan WIKA turun 27,54% year on year (YoY) menjadi Rp9,09 triliun.
“Karena pendapatan WIKA turun, sehingga memang tidak mempunyai cukup cash-in untuk membayar kewajiban-kewajiban yang ada di tahun 2025,” ucap Agung dalam paparan publik virtual, Rabu (12/11/2025).
Oleh karena itu, restrukturisasi lanjutan akan menjadi salah satu pilar transformasi WIKA pada 2026. Selain restrukturisasi, emiten BUMN Karya ini juga berencana melakukan asset recycling serta memperkuat efisiensi.
“Memang kami sedang merencanakan bagaimana restrukturisasi keuangan yang komprehensif. Artinya, kami akan melakukan tahap kedua yang lebih baik berdasarkan daripada realita kontrak yang dihadapi WIKA,” kata Agung.
Terkait dengan restrukturisasi, dia mengungkapkan bahwa nilai outstanding utang perseroan kini mencapai sekitar Rp29 triliun. Nilai itu terdiri dari utang ke perbankan Rp19 triliun dan obligasi serta sukuk sebesar Rp10 triliun.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Sumber Bisnis, edit koranbumn














