Ketua BUMN Klaster Pangan, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) menargetkan revitalisasi pabrik gula mulai tahun 2021 mendatang. Upaya itu demi mendorong peningkatan produksi gula berbasis tebu
Direktur Utama RNI, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, pihaknya yang baru dilantik pada pertengahan bulan ini tengah melakukan identifikasi persoalan gula. Ia mengatakan, hal mendasar yang perlu dibenahi yakni ketersediaan bahan baku tebu yang siap diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
“Saya akan urut mulai dari tebu, karena kalau tidak mencukupi nanti rebutan lagi, dan akhirnya (impor) gula mentah lagi,” kata Arief
Penyiapan tebu dimulai dari konsolidasi lahan perkebunan tebu milik RNI serta PT Perkebunan Nusantara (Persero), dan Perum Perhutani. Arief mengatakan, lahan yang dimiliki oleh tiga BUMN segera diidentifikasi kembali untuk bisa mencari wilayah yang tepat dalam penanaman tebu.
“Setelah itu berjalan paralel, kita juga harus merevitalisasi pabrik gula milik RNI. Ada tujuh pabrik,” ujarnya menambahkan.
Adapun, ke tujuh pabrik itu yakni PG Krebet Baru di Malang, PG Rejo Agung Baru di Madiun, PG Candi Baru di Sidoarjo, PG Tersana Baru dan PG Sindang Laut di Cirebon, PG Jati Tujuh di Majalengka, serta PG Subang.
Arief mengatakan, ketujuh pabrik itu mau tidak mau harus mendapatkan revitalisasi jika ingin produksi gula RNI bisa berkontribusi pada pemenuhan gula nasional. Ia belum menjelaskan lebih rinci soal target peningkatan produktivitas dari revitalisasi yang direncanakan.
Namun, kata Arief, yang terpenting revitalisasi harus bisa menghasilkan rendemen tebu yang lebih tinggi agar gula yang diperoleh lebih besar.
Soal investasinya, ia menuturkan, RNI harus membuka pintu untuk bagi para investor yang berminat. “Nah, ini kan tidak ada duit, jadi kita akan buat proposal seperti apa yang paling efektif, kalau memang harus mengundang investor, tidak apa-apa. Kita akan diskusikan bersama-sama penggiat gula,” ujarnya.
Dirinya berharap rencana revitalisasi bisa dimulai pada tahun depan. Namun, menurut Arief tentu hasil dari revitalisasi tidak bisa dirasakan signifikan mulai 2021 jika revitalisasi dimulai sesuai rencana.
Arief menyampaikan, gula hanya satu dari sekian banyak komoditas yang harus dibenahi oleh para BUMN Klaster Pangan. Diperlukan kerja sama antar BUMN Klaster Pangan yang akan segera dibentuk menjadi Holding BUMN Pangan. Arief mengatakan, pembentukan holding ditargetkan Kementerian BUMN tercapai pada akhir tahun ini, namun diprediksi mundur dan maksimal terbentuk pada Januari 2021.
Sebagaimana diketahui, produksi gula dari RNI hingga akhir tahun 2020 diproyeksi mencapai 238.485 ton atau mengalami penurunan 8 persen dari tahun 2019 sebanyak 260.390 ton.
Ketua Badan Pengarah Asosiasi Gula Indonesia, Dwi Satriyo Annurogo, mengatakan, keinginan pemerintah untuk mencapai swasembada gula harus dikejar dengan penambahan pabrik gula baru. Ia mengatakan, tingginya impor gula saat ini harus menjadi evaluasi bagi setiap pemangku kepentingan. Baik dari sisi pemerintah, DPR, maupun industri.
“Kita tau kebijakan gula sudah ada beberapa yang diterbitkan dan terus dievaluasi, apa yang harus dilakukan secara mendasar,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, rata-rata produksi gula nasional hanya 2,2 juta ton per tahun. Adapun kebutuhan gula konsumsi per tahun mencapai 2,8 juta ton dan gula industri 3,62 juta ton. Dengan kata lain, angka impor gula per tahun saat ini mencapai lebih dari 4 juta ton.
Sumber Republika, edit koranbumn